Khofifah saat menerima pinangan Jokowi sebagai juru bicara pada Pilpres 2014 PARLEMEN JATIM-Kiprah Khofifah Indar Parawansa sebagai Men...
Khofifah saat menerima pinangan Jokowi sebagai juru bicara pada Pilpres 2014 |
Perempuan kelahiran
Surabaya ini bukan kali ini saja jadi Menteri, di era Presiden Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) ia dipercaya menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Anak (PPA). Pengabdiannya di kabinet berakhir setelah Gus Dur lengser sebagai
Presiden RI ke-4 pada tahun 2001.
Ternyata, kiprah
Khofifah sebagai pejabat publik bukan dimulai dari eksekutif. Alumni FISIP
Universitas Airlangga (Unair) itu justru memulai pengabdian dari ranah
legislatif. Bahkan Khofifah sudah menjadi anggota parlemen di usia 27 tahun.
“Saya pertama kali masuk
parlemen pada tahun 1992 sebagai anggota Fraksi PPP DPR RI. Saat itu usia saya
sekitar 27 tahun,” kenang Khofifah.
Ketua Umum Muslimat NU
tiga periode ini maju sebagai calon anggota legislatif (Caleg) sejak pemilu
tahun 1992 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sejak itu, ia menjadi
anggota parlemen berturut-turut pada periode 1992-1997, 1997-1999 (terpotong
masa reformasi). Pada Pemilu 2004, Khofifah kembali terpilih sebagai anggota
DPR RI periode 2004-2009. Di perioden ini Khofifah sempat menjadi Ketua Komisi
VI DPR RI.
Pada pemilu 1999 yang
merupakan pemilu pertama di era reformasi, Khofifah maju sebagai caleg dari
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang ia deklarasikan bersama Gus Dur dan
sejumlah Kiai NU. Ia pun kembali terpilih sebagai anggota parlemen dari Fraksi
Kebangkitan Bangsa. Bahkan didaulat Wakil Ketua DPR RI atau pimpinan parlemen.
“Namun saya tak lama
sebagai pimpinan karena diminta membantu Gus Dur di kabinet sebagai Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Anak,” tutur penyuka kopi ini.
Khofifah mengungkapkan,
ketika diminta Gus Dur untuk bergabung dirinya sempat menolak. Namun Gus Dur
keukeuh memintanya membantu di kabinet sebagai Menteri Urusan Peranan Wanita
Men UPW). Akhirnya Khofifah menerima tawaran Gus Dur itu dengan syarat, nama
kementerian menjadi kementerian pemberdayaan perempuan ditambah dengan unsur
pemberdayaan anak, sehingga namanya menjadi Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Anak.
Mantan Ketua Umum Korps
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) itu membeberkan, pengabdian
kepada bangsa bisa di mana saja, baik itu eksekutif, legislatif maupun
organisasi kemasyarakatan (ormas). Namun perempuan kelahiran 19 Mei 1965 itu
mengakui di eksekutif seperti Kementerian lebih cepat mengeksekusi program.
“Kalau legislatif karena tugas pokoknya membuat undang-undang,
pengawasan dan menyusun anggaran. Sehingga untuk sebuah kebijakkan dan program
pemerintah, pemenuhan kebutuhan rakyat akan lebih cepat dieksekusi oleh
eksekutif,” pungkas perempuan berkerudung ini.
COMMENTS