Aida Fitriati SEJAK BERPINDAHNYA tanggungjawab pengelolaan garam, dari Kementrian Perdagangan kepada Kementrian Kelautan dan Perikana...
Aida Fitriati |
SEJAK BERPINDAHNYA tanggungjawab pengelolaan garam, dari Kementrian Perdagangan kepada Kementrian Kelautan dan Perikanan, produksi garam untuk memenuhi kebutuhan nasional terus digenjot.
Masuknya urusan garam sebagai tugas pokok Kementrian Kelautan dan Perikanan tersebut berada di bawah Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K).
Mengikuti keputusan Pemerintah Pusat itu Pemerintah Provinsi Jawa Timur pun ikut menyambut, mendukung, serta mendampingi program tersebut. Tujuan dari langkah tersebut adalah agar garam rakyat dapat diproduksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan industri, yaitu melalui mekanisasi pengolahan dan penerapan teknologi yang lebih modern, biaya produksi yang lebih efisien.
Dalam perjalanannya, tercatat bahwa produksi garam nasional sebesar 70 persen ditopang dari Provinsi Jawa Timur. Tidak dapat dimungkiri mengenai potensi Provinsi Jawa Timur dalam hal produksi garam, melihat sepanjang 1.900 km garis pantai dan 59.875 km2 laut berpotensi menghasilkan garam.
Tidak hanya itu, kondisi geografis tersebut didukung dengan iklim tropis dengan musim kemarau efektif rata-rata 5-6 bulan setiap periodenya menjadikan produksi garam di Provinsi Jawa Timur cenderung stabil dan meningkat. Tekstur dan kontur tanah di beberapa wilayah dapat didayagunakan sebagai tambak garam.
Setidaknya ada beberapa tawaran pendekatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah Propinsi Jawa Timur untuk memberdayakan petani garam di Jawa Timur, lebih khusus lagi Madura yang merupakan wilayah dengan produksi terbanyak di Jawa Timur.
Pendekatan Industri
Pendekatan industri tentu saja meniscayakan adanya perusahaan besar yang mendirikan pabrik yang bisa membeli dan menyerap produksi garam rakyat. Pendirian pabrik garam tentu saja harus memperhatikan daerah sentra-sentra penghasil garam terbesar.
Ini bisa menjadi satu pilihan, sebab kegiatan industri tak hanya akan menyerap produksi garam rakyat, namun juga menyerap banyak tenaga kerja di pabrik yang mengolah garam menjadi berbagai macam produk. Mulai garam rumah tangga, bumbu dapur, garam untuk kesehatan dan lain-lain.
Pendekatan Koperasi
Pendekatan lain yang dijadikan alternatif adalah memberdayakan koperasi induk yang bisa menyerap dan membeli garam milik para petani. Koperasi ini yang menjadi penyangga utama sebagai kepanjangan tangan pemerintah. Sehingga saat produksi garam melimpah harganya tidak anjlok pada level terendah.
Koperasi yang kemudian mengatur sirkulasi dan distribusi garam ke perusahaan maupun industri yang memproduksi garam. Tentu saja koperasi harus menerapkan standar pembelian berdasarkan mutu dan kualitas yang ada. Sehingga industri yang membutuhkan pasti menggunakan garam yang dijual oleh koperasi.
Pendekatan Inti Plasma
Pendekatan lain yang bisa dibangun adalah adanya kemitraan yang terikat antara petani garam dengan induk perusahaan garam yang membawahi para petani garam. Jadi garam petani kalau mau dibeli oleh inti, dia harus menjadi plasma dari kegiatan industri garam.
Sehingga segala sesuatunya dapat berjalan dengan baik. Inti mendapat pasokan barang dengan kualitas bagus sesuai standar. Sedangkan petani mendapatkan harga bagus karena garam mereka dibeli dengan harga keekonomian yang bisa meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan mereka.
Memaksimalkan KUR Untuk Petani Garam.
Pemerintah memiliki anggaran cukup besar untuk kredit usaha rakyat (KUR). Untuk tahun 2016 kemarin, jumlah KUR yang disediakan pemerintah mencapai angka Rp 130 triliun. Angka tersebut cukup fantastis, jika dapat diserap dengan efektif oleh kalangan bawah.
Pemerintah Propinsi Jawa Timur, perlu memastikan bahwa KUR yang dialokasikan untuk wilayah Jawa Timur juga diberikan kepada para petani garam. Sehingga dengan begitu, para petani tidak kesulitan untuk mengakses modal untuk operasional produksi garam mereka.
Sehingga petani tidak ada yang berhutang ke rentenir atau tengkulak yang akan menjerat leher mereka dan keluarga. Tentu saja, faktor kehati-hatian dalam pengelolaannya perlu diterapkan, sehingga tidak banyak yang macet, karena tidak dikelola dengan asas kehati-hatian.
Peran Perguruan Tinggi
Selain itu, pemerintah Propinsi Jawa Timur juga bisa menggandeng perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang ada di wilayah Jawa Timur, terutama perguruan tinggi yang memiliki program studi kelautan dan perikanan. Jika ada wilayah dengan produksi garam, dan terdapat perguruan tinggi, namun tidak memiliki program studi kelautan dan perikanan, maka pemerintah propinsi Jawa Timur bisa mendorong supaya fakultas atau prodi itu bisa terbuka di perguruan tinggi yang ada.
Jika pun tidak, maka perlu menggandeng lembaga pengabdian dan pemberdayaan masyarakat (LPPM) dari setiap perguruan tinggi yang ada. Tinggal bagaimana dibuat formulasi yang tepat membuat tenaga pendamping para petani garam yang berasal dari perguruan tinggi. Bisa dengan memberi pelatihan khusus bagi mahasiswa purna yang memiliki berlatang belakang, atau kedekatan dengan petani garam.
Pelatihan perlu diberikan sehingga mereka memiliki skill dan keterampilan mumpuni, dan saat bertemu dan hidup bersama petani garam di lapangan mereka bisa memberi banyak manfaat dan masukan kepada para petani.
Pendamping ini tak hanya sekadar bertugas sebagai tenaga penyuluh, tapi mereka juga diberi keterampilan untuk bisa menjadi manajer yang bisa mengelola sekian banyak petani baik dari sisi pengelolaan sumber daya air, maupun memfasilitasi para petani dengan industri atau pihak lain yang terkait dengan pembelian dan produksi garam rakyat.
Ada beberapa manfaat dari program ini, petani bisa merasa diperhatikan oleh pemerintah karena ada penyuluh yang bekerja sesuai dengan masa produksi garam. Selain itu, mereka yang terlibat dalam program ini dengan sendirinya menjadi calon petani garam muda yang jika prospek ekonomi garam tetap terjaga, maka mereka akan menjadi penerus petani garam.
Semoga para petani ke depan bisa lebih berdaya lagi, sehingga garam di Jawa Timur, dan Madura secara khusus, tidak lagi asin atau getir, tapi jadi "manis", bisa meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan warga, lebih manis dari tebu yang ditanam oleh pada petani.
Dra. Hj. Aida Fitriati, M.Pd.I
*Wakil Sekretaris F-PKB DPRD Jatim
**Anggota Komisi B DPRD Jatim
COMMENTS