PARLEMEN JATIM - Munculnya Permenkumham No.22 Tahun 2018 tentang pengharmonisasian rancangan peraturan perundang-undangan yang dibentuk di d...
PARLEMEN JATIM - Munculnya Permenkumham No.22 Tahun 2018 tentang pengharmonisasian rancangan peraturan perundang-undangan yang dibentuk di daerah oleh perancang peraturan perundang-undangan, nampaknya menimbulkan pro dan kontra di kalangan pemerintah daerah termasuk di Jawa Timur.
Tak ayal, Baperda DPRD Jatim sengaJa mengambil inisitif mengelar Fokus Group Discuccion (FGD) menghadirkan narasumber yang berkompeten dan melibatkan Bapperda DPRD Kabupaten/Kota serta Biro Hukum Pemkab/Pemkot se Jatim di ruang Rapat Paripurna DPRD Jatim, jalan Indrapura Surabaya, Senin (15/10)
Diantara narasumber yang hadir adalah Dr Sukardi SH, MH pakar hukum dari Univeritas Airlangga Surabaya, Dr Rusdianto Sesung SH, MH Dekan FH Universitas Narotama Surabaya dan Dr Sukoyo Direktur Produk Hukum Daerah Dirjen Otoda Kementerian Dalam Negeri.
Dr Sukardi, SH, MH mengatakan bahwa kewenangan Menkumham sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) PP No.59 tahun 2018 adalah melaksanakan pembinaan terhadap jabatan fungsional perancang. Tujuannya supaya pegawai perancang peraturan perundang-undangan memiliki job diskripsi yang jelas sehingga memudahkan kariernya berkembang sesuai dengan masa kerja.
"Kedudukan Permenkumham ini dalam pengharmonisasian rancangan Peraturan Daerah dan peraturan kepala daerah tidak mengikat karena nyata-nyata tidak diperintahkan dalam PP No.59 tahun 2018. Yang perlu ditingkatkan adalah kualitas petugas penyusun dan perancang karena kuantitas pegawai Biro Hukum terbatas," jelas akademisi asal Unair Surabaya.
Ketua Bapperda DPRD Jatim, Ahmad Heri menyatakan bahwa pihaknya sudah konsultasi dengan Kemenkumham terkait tertibnya Permenkumham No.22 tahun 2018. Hasilnya, DPRD provinsi maupun DPRD Kab/Kota merupakan bagian integreted dengan Kemendagri khususnya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan produk hukum dan payung hukum sehingga bimbingan dan pengawasannya tetap dibawah Kemendagri.
Menurut politisi asal Partai NasDem, Permenkumham yang baru tersebut, sejatinya merupakan hal yang tak terikat bagi DPRD karena Kemendagri sudah bersurat untuk pembatalan terbitnya Permenkumham No.22 tahun 2018 tentang harmonisasi produk hukum daerah. "Bapperda Jatim berharap ada kesamaan pandang agar Permenkumham baru ini bisa segera dicabut atau paling tidak aturan itu tidak mengikat pada DPRD," jelas Heri.
Sementara menyangkut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah membatalkan kewenangan Mendagri dan Gubernur dalam hal proses pembatalan Perda, lanjut Heri peran pembinaan dan pengawasan dari Kemendagri masih tetap ada hanya saja untuk pembatalan Perda sudah diambilalih diberikan kepada Mahkamah Agung (day)
COMMENTS