PARLEMEN JATIM-Tingginya jumlah perokok anak di Jawa Timur membuat anggota Komisi E DPRD Jatim, Mochamad Eksan prihatin. Sebab, bila meni...
PARLEMEN JATIM-Tingginya jumlah perokok anak di Jawa Timur membuat anggota Komisi E DPRD Jatim, Mochamad Eksan prihatin. Sebab, bila menilik data yang dikeluarkan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) pada tahun 2016, jumlah perokok anak di Jatim mencapai 3 juta jiwa. Karena itu, politisi yang akrab disapa Eksan itu mendorong perlunya ada pembatasan akses mendapatkan rokok bagi mereka yang masih tergolong anak-anak, atau usia 17 tahun ke bawah.
Anggota Fraksi NasDem ini menilai merokok atau tidak merokok adalah pilihan masing-masing individu yang sudah dewasa. Apalagi rokok menyumbang kontribusi pajak yang tidak sedikit dari cukai. Namun untuk kalangan anak-anak dirinya menilai rokok harus dijauhkan. Karena sebagai individu, anak-anak masih labil, belum bisa mengambil keputusan secara logis sebagaimana orang dewasa.
“Saya setuju kalau akses peredaran rokok ke anak-anak harus dibatasi. Ini bukan sekedar masalah kesehatan tapi bagian dari edukasi. Karena mereka belum dalam fase yang stabil untuk mengambil keputusan, sebab itu harus diproteksi,” tutur Eksan, Rabu (11/10).
Anggota Dewan asal daerah pemilihan Jember dan Lumajang itu berharap, penjualan rokok harus dibatasi jaraknya dari sekolah. Selain itu, tidak boleh menjual rokok kepada anak-anak sekolah, apalagi mereka yang masih berseragam sekolah. Karena itu, hanya mereka yang bisa menunjukkan KTP yang boleh membeli rokok.
Menurut Eksan, langkah itu bukan bagian dari mematikan industri rokok, apalagi membunuh mata pencaharianpedagang rokok. Sejatinya ini adalah langkah pembatasan, bukan pelarangan. Karena itu, dirinya menyadari, di Jawa Timur rokok bukan hanya sekedar sebuah produk tapi juga budaya dan tradisi yang turun-temurun.
“Untuk melakukan pembatasan akses rokok dikalangan anak perlu payung hukum berupa peraturan daerah atau perda. Karena ini menyangkut pembatasan distribusi dan penjualan. Saya berharap pemerintah maupun LSM aktif mendorong ini agar bisa direalisasikan sebagai perda,” imbuh bapak dua anak ini.
Wakil Ketua DPW Partai NasDem Bidang Agama dan Masyarakat Adat ini berharap pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan pro aktif melakukan sosialisasi dan edukasi tentang hak individu mendapatkan udara yang sehat. Karena itu tidak boleh lagi ada yang merokok di ruang publik.
Untuk membatasi perokok di ruang publik, maka wajib disediakan ruang khusus merokok di area publik, seperti mal maupun perkantoran. Kalau langkah sosialisasi dan edukasi sudah dilakukan dan diikuti dengan fasilitas ruang khusus merokok sudah disediakan, tapi masih ada pelanggran. Baru dilakukan penindakan dengan berbagai tingkatan, mulai teguran, denda atau hukuman kurungan.
“Di beberapa daerah seperti Surabaya, Sidoarjo dan Gresik sudah ada perda tentang kawasan bebas rokok atau kawasan tanpa rokok. Tapi implementasinya masih rendah, petugas masih ragu-ragu dalam penindakan. Ini yang harus menjadi bahan evaluasi,” kritik Eksan.
Sementara itu, Ketua Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Jawa Timur, Arie Soeripan mendukung adan perda pembatasan rokok di Jawa Timur. Menurut Arie, saat ini sudah saatnya keberadaan rokok dibatasi di Jawa Timur. Terutama di ruang publik, seperti rumah sakit, sekolah maupun taman bermain. Karena itu, pihaknya mengusulkan perlu adanya regulasi berupa perda untuk membatasi peredaran rokok di Jawa Timur.
“Sudah saatnya Jawa Timur punya perda pembatasan rokok. Inisiatifnya bisa dari eksekutif ataupun legislatif. WITT akan mendorong regulasi tersebut,” tegas aktivis sosial ini.
COMMENTS