SAYA BUKAN GENERASI MILENIAL , sebab, per definisi menurut William Strauss dan Neil Howe dalam bukunya, After Gen X, Millennials, What ...
SAYA BUKAN GENERASI MILENIAL, sebab, per
definisi menurut William Strauss dan Neil Howe dalam bukunya, After Gen X,
Millennials, What Should Next Generation Be?, generasi milenial adalah
generasi yang lahir dekade 1980an sampai dengan dekade 2000an. Mereka rata-rata
berusia maksimal 37 tahun dan minimal berusia 17 tahun. Mereka yang secara
yuridis, demografis dan sosialogis disebut dengan "pemuda".
Dalam sepanjang sejarah Republik
Indonesia, pemuda memiliki peran penting dan strategis. Semua perubahan besar
pra maupun pasca kemerdekaan, pemuda selalu ditulis dengan tinta emas sebagai
agent social change (pelaku perubahan sosial). Momen Sumpah Pemuda 1928, momen
Proklamasi Kemerdekaan 1945, momen perubahan rezim Orde Lama pada Orde Baru
1965, momen Reformasi Indonesia 1998. Empat momen paling bersejarah tersebut,
pemuda dan mahasiswa adalah penggerak yang berada di garda terdepan, memulai
"sejarah baru" bagi bangsa dan negara ini.
Jadi, politik Indonesia telah membaptis
pemuda sebagai "inti kekuatan" perubahan yang selalu kritis terhadap
rezim berkuasa yang menindas dan tidak berkeadilan. Sikap kritis sesungguhnya
suara perubahan yang didorong oleh energi masa depan, agar hidup lebih baik.
Keinginan untuk selalu hidup lebih baik yang telah meruntuhkan kemapanan sistem
dan struktur politik sosial ekonomi yang membuat sekelompok orang berada pada
zona hidup nyaman.
Pemuda Indonesia adalah "pemuda
pejuang" sekaligus "pelopor perubahan", yang berjasa besar
membangkitkan semangat nasionalisme, membebaskan bangsa dari kolonialisme,
meletakkan pembangunan bangsa, serta membangun politik demokratis bebas
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Bumi pertiwi menjadi saksi sejarah atas
pengorbanan pemuda selama ini, hatta nyawa sekalipun. Darah, air mata, dan
keringat dari pemuda telah menyuburkan bumi Indonesia sebagai tempat yang
terbaik untuk menyemai cinta tanah air, kebanggaan, dan pengorbanan demi
kemajuan bangsa.
Pasca amandemen Undang-undang Dasar
1945, kondisi politik demokratis telah memastikan pergantian kekuasaan secara
tertib, aman dan damai melalui pemilu yang jujur, adil, langsung, umum, bebas
dan rahasia. Elite politik sudah silih berganti, pemilu yang jurdil dan luber
telah melahirkan elite baru, yang rata-rata bersumber dari aktivis pemuda yang
ikut andil memperjuangkan perubahan besar tersebut.
Aktivis pemuda tersebut bisa tampil
sebagai pemimpin, lantaran sistem politik yang terbuka. Di antara mereka, ada
yang menjadi presiden/wakil presiden, ada yang menjadi menteri, ada yang
menjadi gubernur, ada yang menjadi bupati/walikota, dan seterusnya. Intinya,
aktivis pemuda menjadi sumber kepemimpinan nasional dan daerah yang punya tugas
dan tanggungjawab untuk mewujudkan Indonesia yang beriman dan bertaqwa, yang
berprikemanusiaan, adil dan beradab, yang bersatu dalam kebhenikaan, yang
demokratis dan berkeadilan sosial.
Pada tahun 2018, ada 171 pemilihan
kepala daerah serentak di seluruh Indonesia. Termasuk pemilihan gubernur Jawa
Timur. Sebuah Pilgub secara langsung oleh rakyat yang ketiga sejak 2008 lalu
sampai dengan 2018 mendatang. Momentum rakyat Jatim memilih pemimpin untuk
menentukan nasib propinsi terbesar yang akan mengalami bonus demografi 2018
mendatang. Saat penduduk usia produktif di Jatim mencapai 70 persen
dibandingkan daripada penduduk usia tidak produktif.
Berdasarkan sensus penduduk 2015, jumlah
penduduk Jatim mencapai 42,03 juta yang tersebar di 38 kabupaten/kota. Penduduk
itu bersuku Jawa (79 persen), Madura (18 persen), Sindhi (13 persen), Osing (1
persen) dan Tionghoa (1 persen). Berbagai suku itu beragama Islam (94,35
persen), Kristen Protestan (3,02 persen), Katolik (1,17 persen), Hindu (0,93
persen), Budha (0,49 persen), Konghucu (0,02 persen).
Jatim dipimpin oleh Dr H Soekarwo, SH,
MH - Drs H Saifullah Yusuf sejak 2009 - 2019 sebagai gubernur dan wakil
gubernur, dan 100 anggota DPRD Proponsi Jatim sebagai "pemerintahan
propinsi". Anggota DPRD tersebut terdiri dari 20 anggota PKB, 19 anggota
PDIP, 13 anggota Partai Gerindra, 13 anggota Partai Demokrat, 11 anggota Partai
Golkar, 7 anggota PAN, 6 anggota PKS, 5 anggota PPP, 4 anggota NasDem dan 2
anggota Hanura.
Jatim merupakan pusat pertumbuhan
ekonomi kawasan Indonesia Timur yang memiliki konstribusi yang signifikan bagi
Product Domistic Bruto (PDB) sebesar 14,85 persen dengan pertumbuhan ekonomi di
atas rata-rata nasional. Tahun 2017 misalnya sebesar tumbuh 5,03 persen,
sementara nasional tumbuh 5,01 persen. Rasio gini Jatim lebih tinggi dari pada
rata-rata nasional. Tahun 2017 misalnya, 0,396, sementara nasional 0,393.
Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa
jumlah penduduk miskin Jatim mencapai 4,61 juta atau 11,77 persen. Sedangkan,
jumlah penduduk miskin nasional mencapat 27,77 juta atau 10,70 persen. Data BPS
tersebut, mengkonfirmasi bahwa angka kemiskinan Jatim di atas angka kemiskinan
nasional.
BPS juga menyebutkan tingkat
pengangguran terbuka (TPT) Jatim mencapai 855 ribu atau 4,10 persen. Sedangkan,
tingkat pengangguran terbuka nasional mencapai 7,01 juta atau 5,33 persen. Data
BPS tersebut, mengkonfirmasikan bahwa angka TPT Jatim di bawah angka TPT
nasional.
Beberapa contoh indeks kinerja utama di
atas menunjukkan ada sesuatu paradoksal dalam pembangunan Jatim. Satu sisi
capaian kinerja pembanguan Jatim lebih baik daripada nasional, dan di sisi lain
capaian kinerja pembangunan Jatim lebih buruk daripada nasional. Kondisi ini
merupakan tantangan tersendiri bagi calon gubernur atau wakil gubernur Jatim
mendatang, untuk "memberesi" kinerja yang lebih buruk daripada
nasional. Untuk itu, membutuhkan tekad, dan kerja keras semua pihak, untuk
mengungguli capain kinerja utama nasional tersebut.
Pilgub 2018 mendatang, merupakan peluang
emas bagi Jatim mendapatkan gubernur atau wakil gubernur yang terbaik yang jiwa
raganya diwakafkan untuk sebesar-besanya kesejahteraan rakyat Jatim. Rakyat
pemilihlah nanti pada waktunya yang menjadi penentu arah jam sejarah Jatim.
Beberapa partai sudah menawarkan
pasangan calon gubernur dan wakil gubernur terhadap rakyat pemilih Jatim.
Koalisi PKB-PDIP telah menawarkan pasangan Saifullah Yusuf-Abdullah Azwar Anas.
Koalisi Partai Demokrat, Partai Golkar, NasDem, Hanura juga telah menawarkan
pasangan Khafifah Indar Prawansa-Emil Elestianto Dardak.
Sementara Partai Gerindra, PAN dan PKS
masih dalam proses membangun koalisi, apakah bergabung pada dua koalisi besar
di atas atau menawarkan pasangan calon alternatif.
Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai
Gerindra telah memberikan mandat kepada La Nyala Mataliti untuk membangun
koalisi guna memenuhi syarat minimal mengusung pasangan calon, serta mencari
calon wakil gubernur yang akan mendampinginya.
Pilgub 2018, sepuluh hari ke depan,
menghadapi masa-masa yang krusial dalam proses pengusungan bakal pasangan calon
gubernur dan wakil gubernur yang akan bertarung 27 Juni 2018 mendatang. Apakah
hanya akan diikuti oleh dua pasangan calon dan atau jadi diikuti oleh tiga
pasangan calon? Semua kembali pada kepawaian tokoh-tokoh yang hendak bertarung
dalam membangun koalisi dan meyakinkan elite politik yang ada, baik pusat
maupun daerah.
Yang pasti, Pilgub 2018, sangat
menentukan bagi masa depan Jatim. Sementara masa depan pasangat calon
ditentukan oleh rakyat pemilih. Salah satu rakyat pemilih tersebut adalah
generasi milenial yang jumlahnya terus membesar bersamaan dengan pergeseran
portur demografis Indonesia.
Berdasarkan data Daftar Pemilih
Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) Komisi Pemilihan Umum (KPU), sekarang
terdapat 56 juta penduduk yang berusia 17 sampai dengan 30 tahun. Pemilih
milenial adalah swing voterss (pemilih mengembangkan), yang dalam menentukan
pilihannya sangat otonom.
Pemilih milenial itu rata-rata pegiat
media sosial yang dengan mudah mengakses informasi perihal pasangan calon, baik
informasi yang baik maupun informasi yang buruk, atau informasi yang seakan
baik maupun informasi yang seakan buruk. Dibutuhkan, kejelian dan kecermatan
untuk memilih informasi yang benar-benar baik, agar tak menjadi korban
informasi hoax, dan salah dalam menentukan sikap.
Pemilih milenial adalah pemilih yang
sangatlah cair. Pemilih yang tak memiliki afiliasi dengan pasangan calon dan
atau partai politik tertentu. Pemilih milenial bukanlah komunitas politik yang
solid. Pasangan calon dan tim kampanyenya membutuhkan ketekunan, keuletan dan
kemandirian untuk meraup simpatinya demi meraih kemenangan.
Sesungguhnya, Pilgub 2018, generasi
milenial punya kesempatan yang sangat langka. Hal ini mengingat generasi
milenial bukan hanya sebagai pencoblos akan tetapi juga sebagai yang dicoblos.
Dari dua pasangan yang sudah jelas memiliki kendaraan politik yang pasti,
pasangan calon Kamil (Khafifah-Emil) adalah pasangan milenial. Emil lahir 1984
dan termasuk generasi milenial yang kini berusia 33 tahun.
Bupati Trenggalek tersebut merupakan
representasi dari generasi milenial pada Pilgub 2018. Barang tentu, secara
elektoral, keberadan suami dari artis cantik, Arumi Bachsin, dapat mendongkrak
elektabilitas pasangan Kamil dengan dukungan pemilih milenial Jatim yang
mencapai 18 juta atau setara dengan 60 persen dari 30,9 juta pemilih Pilgub
Jatim. Namun, apakah hasil Pilgub demikian? Biar sejarah nanti yang
menjawabnya!
*Bahan Seminar Nasional "Membangun
Peran Pemuda dalam Pusaran Politik Jawa Timur", Fisip Unej, Kamis, 14
Desember 2017
**Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute
dan Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur
COMMENTS