PARLEMEN JATIM-Koordinator Forum Komunikasi Kiai Kampung se- Jawa Timur (FK3JT), KH. Fakhrur Rozi minta Presiden Joko Widodo agar melakuk...
PARLEMEN JATIM-Koordinator Forum
Komunikasi Kiai Kampung se- Jawa Timur (FK3JT), KH. Fakhrur Rozi minta Presiden
Joko Widodo agar melakukan reshuffle (pergantian-red) terhadap Menteri Sosial,
Khofifah Indar Parawansa. Pendukung pasangan Saifullah Yusuf-Abdullah Azwar
Anas ini berharap reshuffle itu dilakukan secepatnya, paling lambat sebelum 20
Desember 2017.
Alasannya, pada tanggal 20 Desember ada
peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HJSN) yang puncaknya dipusatkan
di Surabaya, Jawa Timur. Menurut pengasuh Pondok Pesantren Canga'an, Pasuruan
itu, acara tersebut berpotensi terjadi konflik kepentingan antara kapasitas
Khofifah sebagai Menteri Sosial dengan dirinya sebagai bakal Calon Gubernur
Jatim.
"Kami mengimbau secepatnya Presiden
me-reshuffle Khofifah, kalau bisa sebelum tanggal 20 Desember. Sehingga pas
peringatan puncak HKSN 2017 di Surabaya sudah ada Mensos baru," tutur Gus
Fakhrur, Selasa (5/12).
Gus Fakhrur mengakui memang secara
aturan tidak ada kewajiban bagi Menteri yang maju pilkada untuk mengundurkan
diri. Namun, dari sisi etika, Gus Fakhrur menilai tidak elok kalau Calon
Gubernur masih menjabat sebagai Menteri. Karena berpotensi menimbulkan
penyalahgunaan jabatan dan uang negara.
Menurut Gus Fakhrur, dengan statusnya
sebagai Menteri Sosial sekaligus Cagub Jatim, masyarakat akan sulit membedakan
bantuan yang disalurkan di Jawa Timur itu dalam kapasitas Khofifah sebagai
pembantu Presiden atau Calon Gubernur Jawa Timur.
"Kalau dobel jabatan, jelas akan
terjadi konflik kepentingan dan miss komunikasi dengan masyarakat. Karena sulit
membedakan mana kegiatan Kementerian dan kegiatan sebagai kontestan
pilgub," imbuh Gus Fakhrur.
Sementara itu, Ketua Forum Reformasi
Jawa Timur (ForJatim), Hadi Mulya Utomo menilai desakan agar Presiden me-reshuffle
Khofifah dari kabinet tidaklah relevan. Karena jelas secara aturan
perundang-undangan tidak ada kewajiban menteri yang maju pilkada untuk
mundur.
Lulusan terbaik sarjana dan pasca
sarjana Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) ini mengungkapkan,
setidaknya ada tiga poin yang menjadi pertimbangan dalam memutuskan status
Khofifah atau menteri lain yang maju dalam kontestasi pilkada. Tiga poin itu
adalah, pertama, pertimbangan hukum, kedua, pertimbangan etika dan ketiga,
pertimbangan kemaslahatan rakyat.
"Kalau ada yang semangat mendesak
Khofifah mundur tanpa mempertimbangkan aturan dan logika yang kuat. Maka patut
diduga pihak tersebut memiliki motif politik atau mengincar jabatan menteri
sosial yang saat ini diemban oleh Khofifah,” pungkas Hadi.
COMMENTS