PARLEMEN JATIM-Istilah stunting mendadak menjadi akrab di telinga masyarakat Jawa Timur, terlebih pasca debat pilgub antara Emil Dardak ...
PARLEMEN JATIM-Istilah stunting mendadak menjadi
akrab di telinga masyarakat Jawa Timur, terlebih pasca debat pilgub antara Emil
Dardak dengan Puti Soekarno. Dalam debat yang disiarkan secara luas di televis
itu, kedua cawagub berdebat panas tentang balita stunting. Padahal sejatinya
stunting atau balita pendek atau sangat pendek bukanlah masalah asing di Jatim,
karena prevalensi angka stunting di provinsi ini cukup tinggi yakni 26,7% pada
tahun 2017.
Fakta itu membuat Mochamad Eksan,
anggota Komisi E DPRD Jawa Timur prihatin. Menurut Eksan, masalah balita
stunting berasal dari kurangnya asupan gizi balita. Kekurangan asupan gizi itu
dimulai dari masa kandungan hingga pertumbuhan. Artinya balita stunting lahir
dari ibu yang juga kekurangan gizi.
"Masalah stunting ini seperti
sebuah mata rantai karena saling terkait antara ibu dengan anak. Saya kira
Posyandu bisa menjadi solusi mengatasi atau paling tidak menekan angka balita
stunting di Jatim," beber Eksan, Minggu (6/5).
Anggota Fraksi NasDem-Hanura ini
mengungkapkan, pos pelayanan keluarga berencana dan kesehatan terpadu atau
posyandu bisa menjadi garda terdepan dalam menciptakan balita Jawa Timur yang
sehat. Karena posyandu memonitor pertumbuhan bayi saat masih dalam kandungan
hingga pasca persalinan dan masa pertumbuhan anak.
Karena itu, kalau para ibu aktif ke
posyandu secara berkala, maka gizi ibu dan anak akan terjaga dengan baik. Kalau
pun ada gejala kekurangan gizi bisa segera diatasi dengan pemberian asupan
makanan tambahan maupun vitamin yang semuanya diberikan secara gratis oleh kader
posyandu.
"Saya yakin kalau para ibu di Jawa
Timur aktif ke posyandu, masalah balita stunting bisa ditekan sekecil
mungkin," tandas Eksan.
Wakil Sekretaris PCNU Kabupaten Jember
ini berharap para kader posyandu yang dibina oleh kepala desa dan bidan di
desa-desa bisa menjangkau para ibu hamil dipelosok. Karena dari data empiris
kebanyakan, balita stunting berasal dari desa yang tergolong terpencil yang
kemungkinan tidak terjangkau layanan posyandu.
Masalah sosialisasi lanjut Eksan juga
menjadi penting, karena kebanyakan para ibu hamil yang belum paham pentingnya
peran posyandu. Untuk kasus ini, para kader posyandu yang harus pro aktif
memberikan penyadaran dan jemput bola melayani para ibu hamil.
"Saran saya, kader posyandu harus
masyarakat setempat. Karena dia lebih paham kondisi di sekitarnya. Saya kira
pentingnya peran kader posyandu untuk menciptakan generasi Jawa Timur masa
depan yang sehat harus ditunjang dengan pemberian intensif yang memadai bagi
kader penggerak posyandu, baik oleh pemkab maupun pemprov," pungkas Eksan.
(day)
COMMENTS