PARLEMEN JATIM-Jumlah early warning system yang dimiliki provinsi masih minim. Dari 417 desa berstatus rawan bencana, Jatim baru memasang di...
PARLEMEN JATIM-Jumlah early warning system yang dimiliki provinsi masih minim. Dari 417 desa berstatus rawan bencana, Jatim baru memasang di sekitar 73 titik untuk alat yang digunakan untuk peringatan dini bencana tersebut.
"Dari 73 tersebut, juga ada yang tidak berfungsi. Misalnya, ada yang dicabut baterainya dan beberapa gangguan lain. Saat ini, sedang kami lakukan pendataan," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, Suban Wahyudiono ketika ditemui di Surabaya.
Suban menyebutkan bawa alat peringatan dini yang dimiliki oleh Provinsi Jawa Timur tersebut tersebar di beberapa kabupaten maupun kota di Jawa Timur. Hal ini disesuaikan dengan potensi bencana di masing-masing wilayah.
"Sebetulnya, di Jawa Timur ada 12 ancaman potensi bencana. Misalnya, di utara (Jatim) ada banjir, di selatan ada langsor dan tsunami. Kita sesuaikan alatnya," lanjut Suban.
Suban menjelaskan bahwa Gubernur Jawa Timur, Soekarwo telah menginstruksikan kepada pihaknya untuk meningkatkan upaya early warning sistem itu. Selain dengan melakukan investarisir dan memperbanyak unit, juga dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat.
Yakni, dengan mengubah desa berpredikat rawan bencana menjadi desa tangguh bencana. "Pak Gubernur telah menginstruksikan untuk memetakan desa yang rawan bencana. Jadi, 417 desa rawan bencana. Itu yang nantinya akan dijadikan Desa Tangguh Bencana," tegas Suban.
Di antaranya, dengan memberikan pelatihan kepada kalangan karang taruna. "Nanti karang taruna bisa jadi early warning system atau peringatan dini untuk bencana," katanya.
Caranya, masyarakat akan dilatih untuk meningkatkan kapasitas sadar bencana sehingga bisa melakukan langkah antisipasi. "Misalnya untuk titik kumpul ketika terjadi bencana hingga fasilitas transportasi yang laik digunakan ketika terjadi bencana," jelasnya.
"Tak hanya anak muda, ibu-ibu jadi bisa membuat dapur umum. Sehinngga, masyarakat bisa diperdayakan sesuai dengan komunitasnya," lanjut Suban.
Terkait dengan gempa berkekuatan 6,43 SR di timur laut Situbondo, Kamis (11/10/2018) dini hari, ternyata juga 'menggoyang' 22 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Namun BPBD juga memastikan daerah yang merasakan dampak terparah adalah di Kabupaten Sumenep.
Ke-22 kabupaten/kota di Jatim yang merasakan getaran gempa tersebut di antaranya Banyuwangi, Situbondo, Jember, Bondowoso, Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo, Kota Pasuruan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Kota Malang, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kota Surabaya, Pamekasan, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Kabupaten Jombang serta Kota dan Kabupaten Mojokerto.
"Namun, hanya goyangan saja. Kerusakan paling parah di Pulau Sapudi Kabupaten Sumenep," urainya. Kerusakan itu mengakibatkan 3 orang meninggal dan sembilan orang luka-luka.
Juga, mengakibatkan 25 rumah rusak. "Tadi pagi, pemerintah Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga telah memulai untuk memperbaiki 25 rumah yang rusak," katanya.
Ia menyebutkan bahwa korban yang tewas akibat terkena runtuhan tembok. "Korban gempa diakibatkan keruntuhan tembok. Pemrov akan memberikan bantuan santunan kepada pihak kelurga senilai lima juta rupiah untuk tiap korban meninggal," katanya.
Sementara, untuk yang sakit akan ditangani langsung oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jatim. "Tadi pagi, kami sudah mengirim dua truk makanan beserta obat-obatan dan juga tenaga kesehatan," pungkasnya. (day)
COMMENTS