PARLEMEN JATIM-Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy yang melarang guru memberikan pekerjaan rumah (P...
PARLEMEN JATIM-Instruksi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy yang melarang
guru memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada siswa didik menuai pro dan kontra
di masyarakat. Termasuk anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Mochamad Eksan. Eksan
dengan tegas menolak larangan guru memberikan PR kepada siswa.
Menurut anggota Fraksi
NasDem-Hanura itu, pendekatan Kurikulum 2013 yang diterapkan saat ini memang
menekankan pada membangun karakter siswa. Namun bukan berarti, tujuan itu
menjadi alasan untuk melarang PR bagi siswa. Karena sejatinya, adanya PR
menjadi pemicu siswa untuk mengulang kembali pelajaran yang telah didapati di
sekolah. Sehingga siswa didik lebih menguasai materi pelajaran.
“Saya termasuk orang
yang tidak setuju kalau guru dilarang memberikan PR kepada siswa didik. Justru
PR itu bagus, agar siswa lebih terlatih dan menguasai materi pendidikan,” tutur
Wakil Sekretaris PCNU Kabupaten Jember itu, Minggu (28/7).
Eksan mengaku dirinya
bukan tanpa alasan menolak instruksi Mendikbud tersebut, pasalnya prestasi
akademis siswa didik belakangan terus menurun. Fakta itu bisa dilihat dari
hasil Ujian Nasional Berbasik Komputer (UNBK) 2018. Bila berkaca dari UNBK
lalu, hanya ada sekitar 15 persen siswa didik yang bisa mengerjakan soal lebih
dari 56 persen. Sisanya, mayoritas hanya bisa mengerjakan soal dibawah 50
persen.
Fakta itu menjadi acuan
kalau siswa didik kurang menguasai materi pelajaran yang selama ini diajarkan
guru di sekolah. Padahal, sejatinya soal-soal yang ada pada UNBK adalah materi
yang selama ini diajarkan oleh guru di sekolah. Karena itu, siswa justru perlu
diberi pelajaran intensif oleh guru, agar siap menghadapi ujian.
“Lha wong prestasi
siswa menurun kok, guru malah dilarang memberikan PR akademis kepada siswa.
Saya yakin, kalau larangan memberikan PR itu tetap diterapkan. Maka nilai siswa
dalam UNBK akan tambah jeblok,” imbuh pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Nurul
Islam II Jeber tersebut.
Wakil Ketua DPW Partai
NasDem Jatim Bidang Agama dan Masyarakat Adat ini berharap pemerintah tidak memaksakan
menerapkan konsep Full Day School (FDS) yang sejak awal sistem itu sudah
ditolak oleh mayoritas masyarakat, ormas dan lembaga pendidikan.
Dirinya justru menilai,
untuk Jawa Timur lebih cocok menerapkan konsep pendidikan seperti Islamic
Boarding School. Dimana siswa didik tinggal di asrama atau mondok seperti di
pesantren. Dengan begitu, materi pelajaran yang diberikan bisa berlangsung
secara kontinyu.
“Dengan konsep Islamic
Boarding School, mental dan karakter siswa juga bisa dibetuk dengan baik.
Sehingga siswa tidak hanya menguasai materi akademis tetapi juga menjadi karakter yang kuat dan tangguh,” pungkas Bapak
dua anak ini. (mdr)
COMMENTS